Ancaman Dunia Selain Covid Kian Nyata, Gletser Afrika Mencair

Ancaman perubahan iklim semakin nyata terasa di dunia. Terbaru, Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan bahwa perubahan fenomena alam tersebut telah membuat gletser di pegunungan Afrika mencair dan mengancam jutaan orang.

Mengutip Reuters, badan PBB itu mengatakan bahwa gletser timur Afrika diperkirakan akan lenyap dalam dua dekade dan membuat 118 juta warga menghadapi kekeringan permanen. Kejadian ini juga akan mengurangi PDB benua itu sebesar 3%.

"Penyusutan cepat dari gletser terakhir yang tersisa di Afrika timur, yang diperkirakan akan mencair seluruhnya dalam waktu dekat, menandakan ancaman ... perubahan permanen pada sistem Bumi," kata Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas dalam kata pengantar dalam rilis itu.

Disebutkan juga bahwa gletser besar yang akan mencair yakni yang berada di Gunung Kilimanjaro di Tanzania, Gunung Kenya di Kenya, dan Gunung Rwenzoris yang terletak di Uganda.

"Pada tahun 2030, diperkirakan hingga 118 juta orang yang sangat miskin (hidup dengan kurang dari $ 1,90 per hari) akan terkena kekeringan, banjir, dan panas yang ekstrim ... jika tindakan respons yang memadai tidak dilakukan, " kata Komisaris Pertanian Uni Afrika Josefa Sacko.

Afrika telah lama diperkirakan akan terpengaruh oleh perubahan iklim. Lahan pertaniannya sudah rawan kekeringan, banyak kota besar yang berada di pesisir pantai, dan kemiskinan yang meluas membuat orang lebih sulit beradaptasi dan menghasilkan tata kota yang tidak sesuai dengan prinsip kelangsungan lingkungan hidup.

Selain Afrika, wilayah Pasifik juga menjadi salah satu wilayah yang terancam. Laporan dari Panel Antar pemerintah tentang Perubahan Iklim(IPCC) menemukan bahwa dunia mungkin memanas hingga 1,5°C pada awal 2030-an. Kenaikan ini disebut sangat mengancam negara-negara kepulauan Pasifik

"Dengan meningkatnya suhu di atas 1,5°C, masyarakat Pasifik kemungkinan besar akan mengalami dampak perubahan iklim yang semakin menghancurkan," ujar Profesor Mark Howden, wakil ketua IPCC dan direktur Institut Solusi Iklim, Energi & Bencana di Universitas Nasional Australia.

Berbagi :