Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Ataturk, Tokoh Sekuler Turki dalam Polemik Nama Jalan DKI


Nama perintis modernisasi Turki, Mustafa Kemal Ataturk, kembali mencuat di publik Indonesia.

Negarawan tokoh sekuler Turki itu muncul lagi namanya menyusul polemik wacana nama jalan di DKI Jakarta.

Sebelumnya, Duta Besar Republik Indonesia (Dubes RI) untuk Turki, Lalu Muhammad Iqbal, menyebut nama Ataturk masuk untuk diusulkan ke pemerintah Turki sebagai nama jalan di Kawasan Menteng, Jakarta.

Usulan itu mencuatkan perdebatan di kalangan muslim Indonesia. Tokoh di Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menanggapi negatif wacana nama jalan Ataturk.

Wakil Ketua MUI Anwar Abbas menolak rencana pemerintah mengganti nama salah satu jalan di Jakarta dengan nama Ataturk.

"Jadi Mustafa Kemal Ataturk ini adalah seorang tokoh yang kalau dilihat dari fatwa MUI adalah orang yang pemikirannya sesat dan menyesatkan," kata Anwar dalam keterangan resminya, Minggu (17/10).

Sementara tokoh dari Nahdlatul Ulama (NU) DKI Jakarta menilai penolakan wacana itu berlebihan.

Lalu, siapa Mustafa Kemal Ataturk?
Mengutip Britannica, Mustafa Kemal Ataturk adalah tentara, negarawan, dan tokoh reformasi pendiri Republik Turki. Namanya sangat masyhur sebagai tokoh modernisasi dan sekuler Turki karena upayanya memilah antara soal-soal agama dengan pemerintahan.

Ia lahir di Salonika, yang kini dikenal dengan nama Thessaloníki, pada 1881.

Ataturk memodernisasikan pendidikan dan hukum di Turki, pun juga mengadopsi gaya hidup masyarakat Eropa untuk dilakukan warganya. Salah bentuk adopsi ini adalah penggunaan huruf latin dan penggunaan nama bergaya Eropa dalam masyarakat Turki.

Mengutip laman resmi Otoritas Pariwisata Turki, ayah Ataturk bernama Ali Riza Efendi dan ibunya bernama Zubeyde Hanim.
Semasa kecil, Ataturk belajar di sekolah Hafiz Mehmet Efendi, lalu pindah ke Semsi Efendi atas keinginan ayahnya. Ataturk kehilangan ayahnya pada 1888, kala ia menempuh pendidikan dasar.

Ataturk juga sempat tinggal di perkebunan milik pamannya di Rapla, dan kembali lagi ke Salonika untuk menyelesaikan pendidikan dasarnya. Selanjutnya Ataturk masuk ke SMP Salonika untuk Pegawai Negeri, kemudian pindah ke SMP Militer pada 1893.

Ataturk meneruskan pendidikan militernya di SMA Militer Monastir dan masuk ke Sekolah Tinggi Militer di Istanbul. Ia lulus di 1902 dengan pangkat letnan dan melanjutkan pendidikannya di Akademi Militer. Pada Januari 1905, ia menyelesaikan pendidikan Akmil-nya dan lulus dengan pangkat kapten.
Mustafa Kemal Ataturk menjadi salah satu tokoh yang berperan dalam Perang Kemerdekaan Turki. Pada 22 Juni 1919, Ataturk mengeluarkan Surat Edaran Amasya, yang menyatakan bahwa tekad dan keputusan bangsa Turki akan memulihkan pembebasan negara itu. Dalam surat itu, ia juga menyerukan pertemuan Kongres di Erzurum dan Sivas.

Antara 23 Juli dan 7 Agustus 1919, para delegasi berkumpul di Erzurum. Pertemuan kedua di Sivasi dilakukan antara 4 dan 11 September 1919. Dalam pertemuan ini, para delegasi membicarakan kegiatan yang harus dilakukan untuk membebaskan Turki dari kedinastian Ottoman.

Pada 23 April 1920, Turki untuk pertama kalinya mengadakan Majelis Nasional Agung Turki. Pertemuan itu merupakan tonggak penting menuju berdirinya Republik Turki.

Majelis Nasional Agung Turki bertugas untuk mempersiapkan dan mengesahkan undang-undang baru yang diperlukan untuk menyukseskan Perang Kemerdekaan Turki yang dimulai pada 15 Mei 1919.

Perang Kemerdekaan Turki diakhiri dengan Perjanjian Damai Lausanne pada 24 Juli 1923.

Pada 29 Oktober 1923 Republik Turki dideklarasikan dan Ataturk terpilih sebagai presiden pertama negara itu. Menurut konstitusi kala itu, pemilihan presiden diadakan setiap empat tahun sekali.

Ataturk terpilih kembali sebagai Presiden Republik Turki pada 1927, 1931 dan 1935 oleh Majelis Nasional Agung Turki.

Posting Komentar untuk "Ataturk, Tokoh Sekuler Turki dalam Polemik Nama Jalan DKI"