Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Wastika Karya Bangkrut, Dampak Campur Tangan Politik Soeharto dan SBY

JAKARTA, SP – Pegiat media sosial, pelaku bisnis, pengamat politik dan intelijen, Erizely Bandaro, mengatakan, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bernama Waskita Karya, mengalami kebangkrutan, karena campur politik terlalu jauh di era pemerintahan Presiden Soeharto (1 Juli 1967 – 21 Mei 1998) dan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau SBY (20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2014).

“Tugas Pemerintah Indonesia, Joko Widodo, 20 Oktober 2014 – 20 Oktober 2024, melakukan pembenahan, sehubungan Waskita Karya sebuah badan usaha milik negara yang bergerak di bidang pembangunan infrastruktur, menanggung beban utang yang tidak sedikit, mencapai Rp100 triliun, sehingga harus menjual ruas jalan tol,” kata Erizely Bandaro, Jumat siang, 12 Nopember 2021.

Waskita Karya, penumpukkan utang, membuat perusahaan yang bergerak di bidang insfrastruktur itu, mendivestasikan seluruh aset jalan tolnya hingga 2025 mendatang.

Rencana divestasi karena pembangunan jalan tol menimbulkan beban utang yang besar bagi perusahaan. Utang yang ditimbulkan investasi jalan tol ini setidaknya mencapai Rp53 triliun - Rp54 triliun.

Direktur Utama Waskita Karya, Destiawan Soewardjono, mengatakan divestasi menjadi langkah perusahaan untuk dekonsolidasi beban utang

Hingga September 2021, Waskita sudah mendivestasikan empat ruas tol dan mendapatkan Rp6,8 triliun dari proses tersebut. Tol tersebut antara lain Cibitung-Cilincing, Medan-Kualanamu-Tebing Tinggi, Cinere-Serpong, dan Semarang-Batang.

Dari proses divestasi, Destiawan menyebut perusahaan juga dekonsolidasi utang senilai Rp6 triliun, sedangkan sisanya merupakan margin usaha.

"Jadi tidak ada yang rugi karena ruas yang dilepas ini ruas bagus, hanya karena Covid-19, jadi traffic saat transaksi rendah tapi prospek ke depan terhadap ruas yang dilepas sangat baik," terang Destiawan.

Tak hanya mendivestasikan tol miliknya, Waskita Karya juga terus mengupayakan penyehatan keuangan dengan dukungan pemerintah melalui penyertaan modal negara (PMN) 2021 untuk menyelesaikan proyek jalan tol.

Selain itu penerbitan obligasi dengan penjaminan pemerintah untuk membiayai kembali utang alias refinancing dan tambahan modal kerja sindikasi dengan penjaminan pemerintah untuk melanjutkan dan mendorong percepatan pembangunan proyek-proyek infrastruktur yang dicanangkan dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Perusahaan telah melakukan restrukturisasi utang bank di Waskita dan anak usaha yang telah mencapai 92,35% dari target.

Dengan restrukturisasi, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi dengan memperpanjang masa fasilitas kredit sampai dengan tahun 2026 dan mendapatkan bunga yang lebih kompetitif.

Erizely Bandaro, memiliki pengalaman tersendiri sehubungan membesarnya uang Waskita Karya.

Tahun 2015, Erizely Bandaro, diminta teman direksi BUMN mendampinginya rapat dengan pemilik konsesi Jalan Toll. Yang bicara direksinya orang asing.

Disebutkan, tarif toll pada konsesi termasuk mahal yaitu, di atas Rp1000 per kilometer. Traffic di atas 20.000 per hari. Berdasarkan cash flow dan forecasting investment ratio, 10 tahun bisa pulang modal. Jadi wajar kalau minta harga Rp500 miliar untuk melepas konsesi itu..

Setahu Erizely Bandaro, bukan hanya Rp500 miliar tetapi juga saham. Maklum sesuai aturan konsesi itu, tidak bisa dipindahkan tangankan sebelum jadi. Kalau mau ambil alih maka keberadaan mereka harus dipertahankan. Mereka minta saham goodwill 20%.

Erizely Bandaro, mengaku hanya, senyum mendengar proposal mereka itu. Tidak mau komentar.

Setelah meeting Erizely Bandaro ditanya temannya yang direksi BUMN itu.

Erizely Bandaro, meminta bicara langsung kepada Presiden Joko Widodo, untuk membatalkan konsesi. Kemudian keluarkan konsesi baru atas nama BUMN.

Namun, dalam diskusi, ternyata tidak segampang itu, karena mereka sebelumnya sudah menang tender.

Persoalan, walau menang tender, pembangunan tidak bisa dilakukan, karena tidak ada modal yang cukup.

Sementara para pemenang tender itu, memiliki back up politik di era pemerintahan Presiden Soeharto dan Presiden SBY.

Memang, Presiden sudah berganti, tapi pemerintahan tetap merupakan satu kesatuan, sehingga harus menindaklanjuti kebijakan yang sudah dibuat pemerintahah sebelumnya.

Dikatakan Erizely Bandaro, hutang Waskita Karya yang menggunung itu atau hampir Rp100 triliun karena 80% jalan toll dibangun lewat akusisi atas konsesi toll yang sudah dikuasai swasta.

Sementara Waskita Karya dapat tekanan melaksanakan penugasan Presiden Joko Widodo, untuk membangun jalan tol dengan cepat. Situasi ini memang dilema. Mau bangun tapi semua ruas toll sudah dikavling di era Soehartoo dan SBY.

“Mau cabut , pasti ribut dengan partai yang bac kup. Politik pasti terguncang. Presiden Joko Widodo, tidak mau ribut. Terpaksa Waskita Karya membeli konsesi itu dengan harga mahal. Selembar surat harganya ratusan miliar. Artinya, belum jalan, sudah rugi itu proyek,” kata Erizely Bandaro

Kenapa Presiden Joko Widodo, tidak berani?

“Karena pemain toll era Soeharto dan SBY, itu, memang orang yang sangat dekat dengan kekuasaan,” kata Erizely Bandaro.

Contoh, Siti Hardianti Rukmana (Tutut), Tommy Soeharto, Harry Tanusoedibjo, Aburizal Bakri, Jusuf Kalla, Erwin Aksa dan Sandiaga Salahudin Uno, dan lain-lain.

“Mau lawan mereka? Calon Gubernur Daerah Khusus Ibukota yang diusung Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) saja aja tumbang di Daerah Khusus Ibukota oleh mereka. Mereka bisa lakukan apa saja kalau bisnis mereka terganggu. Bahkan mereka bisa pakai gerombolan berdaster dan berjaket kuning untuk demonstrasi berjilid-jilid,” kata Erizely Bandaro.

Menurut Erizely Bandaro, selama dua periode pemerintahan Presiden Joko Widodo, secara tidak langsung, sadar atau tidak, memang membersihkan kasus mereka, agar clean.

“Agar lebih clean, nanti akan ada Tax Amnesti Jilid II. Maka the mission accomplish,” kata Erizely Bandaro.*

Sumber: fb erilzey bandaro

Wartawan: Aju

Posting Komentar untuk "Wastika Karya Bangkrut, Dampak Campur Tangan Politik Soeharto dan SBY"