Potret Banjir Rob Jakarta, Inikah Awal Mula Tenggelamnya Ibu Kota?
JAKARTA, KOMPAS.com - Banjir rob atau banjir yang disebabkan oleh pasang surut air laut sudah menjadi fenomena biasa bagi warga pesisir utara Jakarta.
Namun, belakangan banjir rob di Jakarta Utara makin mengganas dan menyisakan kepedihan mendalam bagi warga terdampak.
Siti (70), warga Jalan Lodan di Kelurahan Ancol, misalnya, hanya bisa menangis pasrah melihat sebuah lemari yang berisi barang-barang berharganya hanyut diterjang banjir rob.
Siti mengaku sudah biasa menghadapi banjir yang pasang dan surut di waktu-waktu tertentu. Hanya saja, banjir rob yang melanda rumahnya pada Selasa (7/12/2021) pagi merupakan kejadian luar biasa yang tidak ia antisipasi.
“Kemarin enggak setinggi ini. Ini parah. Satu lemari udah hanyut, ngambang semua,” ujar Isni yang tengah sibuk memindahkan tumpukan pakaian basah ke dalam ember.
“Ya Allah kenapa sih sampai begini. Habis semua, air udah ke kasur, enggak ada yang bisa diselametin,” sambungnya dengan mata berkaca-kaca.
Menurut petugas kelurahan setempat, semua rumah di Jalan Lodan RW 08 dipastikan terendam banjir rob. Beberapa warga terdampak sudah dievakuasi ke lokasi pengungsian.
Sebelumnya, Stasiun Meteorologi Maritim Klas I Tanjung Priok Jakarta Utara telah mengeluarkan peringatan bagi warga yang tinggal di pesisir utara Jakarta.
Mereka diminta mewaspadai banjir rob yang disebabkan pasang air laut selama lebih kurang sepekan, mulai dari tanggal 2 hingga 9 Desember 2021.
Banjir rob dan ancaman Jakarta tenggelam
Ancaman tenggelamnya kawasan Jakarta yang ditandai dengan banjir rob ini sudah nyata di depan mata.
Peneliti geodesi dan geomatika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Heri Andreas menjelaskan, ancaman tenggelamnya kawasan pesisir sudah sampai pada tahap yang mengkhawatirkan.
Kenaikan suhu global berimbas pada mencairnya gunung es di kutub utara dan selatan sehingga mendorong kenaikan permukaan laut.
Merujuk data satelit yang dikumpulkan ITB selama 20 tahun, penurunan permukaan air laut di perairan Indonesia diperkirakan 3 - 8 mm per tahun.
Sementara itu, estimasi penurunan permukaan tanah diperkirakan lebih drastis, berkisar antara 1-10 cm per tahun. Bahkan, di beberapa tempat, penurunannya mencapai 15-20 cm per tahun.
"Tapi secara umum 1-10 cm per tahun, itu terjadi terutama di daerah anglomerasi, pesisir yang banyak orangnya," jelas Heri.
Banjir rob terjadi akibat kombinasi dari naiknya level air laut dan turunnya permukaan tanah.
Lebih lanjut, Heri mengatakan bahwa ancaman tenggelamnya wilayah pesisir lebih banyak disebabkan oleh ulah manusia ketimbang perubahan iklim.
“Ini bukan bencana alam atau natural disater, tapi man-made disaster,” ujarnya pada 2020 kepada BBC.com.
Di antara ulah manusia yang paling berdampak pada fenomena, banjir rob adalah eksploitasi air tanah secara berlebihan dan proyek reklamasi.
Pakar kelautan dari ITB Muslim Muin mengatakan bahwa reklamasi di pesisir Jakarta akan menghalangi aliran sungai sehingga memperparah sedimentasi (pengendapan material yang terbawa air).
Imbasnya, endapan akibat sedimentasi akan menutup aliran sungai dan memperburuk banjir di Jakarta.
“Dengan reklamasi, laju air yang berasal dari darat akan tertahan. Ada pulau reklamasi yang menghalangi aliran sungai,” tegas Muslim dalam sebuah diskusi tahun 2017.
Posting Komentar untuk "Potret Banjir Rob Jakarta, Inikah Awal Mula Tenggelamnya Ibu Kota?"