Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Apa Dampaknya?

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sejumlah poin dalam judicial review omnibus law Undang Undang Nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU 11/2020).

MK memutuskan bahwa Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tidak sesuai konstitusi atau inkonstitusional bersyarat. 

Lalu, apa efek keputusan MK bahwa Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional? Apakah Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja itu harus dibatalkan atau tidak berlaku lagi?

Meskipun MK memutuskan Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional, aturan ini seolah tidak berdampak banyak saat ini.

Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku.

Sebab, MK memberi waktu bagi pemerintah memperbaiki Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja selama 2 tahun.

Setelah 2 tahun tidak ada perbaikan, Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan tidak berlaku.

Pemerintah pun memastikan akan melakukan perintah putusan MK tersebut. Pemerintah akan memperbaiki Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

"Pemerintah akan segera menindaklanjuti putusan MK yang dimaksud melalui penyiapan perbaikan undang-undang dan melaksanakan sebaik-baiknya arahan MK lainnya sebagaimana dimaksud dalam putusan MK tersebut," ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto usai menyaksikan putusan MK, Kamis (25/11).

Meski begitu, Airlangga memastikan Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang disahkan tahun lalu itu tetap berlaku secara konstitusional.

Hal itu berlaku hingga diterbitkannya aturan perbaikan yang paling lama 2 tahun.

Selain itu, Airlangga memastikan aturan turunan Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih juga tetap berlaku.

Sebab, MK hanya menyatakan agar pemerintah tidak menerbitkan peraturan baru yang bersifat strategis sampai dilakukan perbaikan atas pembentukan UU Cipta Kerja.

"Dengan demikian peraturan perundangan yang telah diberlakukan untuk melaksanakan UU Cipta Kerja tetap berlaku," ujar Airlangga.

Omnibus Law UU 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja adalah UU sapu jagat yang merevisi sejumlah UU sekaligus.

Pemerintah berdalih bahwa UU tersebut ditujukan untuk menggaet investasi dan membuka lapangan kerja di Indonesia.

Setelah disahkan tahun lalu, beleid tersebut mendapatkan penolakan dari sejumlah pihak seperti mahasiswa, buruh, aktivis lingkungan, dan lainnya.

Pembuatan UU yang tidak melibatkan masyarakat dan berlangsung cepat menjadi dasar penolakan UU tersebut.

MK memutuskan UU 11/2020 Cipta Kerja inkonstitusional secara bersyarat.

Putusan dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dalam sidang uji formil UU 11/2020 Cipta Kerja yang disiarkan secara daring, Kamis (25/11/2021).

"Menyatakan pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat, sepanjang tidak dimaknai tidak dilakukan perbaikan dalam waktu dua tahun sejak putusan ini diucapkan," kata Anwar.

Dari 9 hakim MK, sebanyak 5 hakim mengabulkan permohonan uji materi, sedangkan 4 hakim menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion.

Dalam pertimbangannya, hakim MK menilai, metode penggabungan atau omnibus law dalam UU Cipta Kerja tidak jelas apakah metode tersebut merupakan pembuatan UU baru atau melakukan revisi.

Hakim MK juga menilai, dalam pembentukannya UU Cipta Kerja tidak memegang azas keterbukaan pada publik meski sudah melakukan beberapa pertemuan dengan beberapa pihak.

Namun, pertemuan itu dinilai belum sampai pada tahap subtansi UU. Begitu pula dengan draf UU Cipta Kerja juga dinilai Mahkamah tidak mudah diakses oleh publik.

Oleh karena itu, Mahkamah menyatakan Omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja inkostitusional bersyarat selama tidak dilakukan perbaikan dalam jangka waktu dua tahun setelah putusan dibacakan.

Apabila dalam jangka waktu dua tahun tidak dilakukan perbaikan, Omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja tersebut akan otomatis dinyatakan inkostitusional bersyarat secara permanen.

Selain itu, Mahkamah menyatakan seluruh UU yang terdapat dalam Omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja tetap berlaku sampai dilakukan perbaikan.

MK juga memerintahkan pemerintah untuk menangguhkan segala tindakan kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas dari Omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja.

Tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan UU Cipta Kerja.

Uji materi Omnibus Law UU 11/2020 Cipta Kerja diajukan oleh lima penggugat terdiri dari seorang karyawan swasta bernama Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas, seorang pelajar bernama Novita Widyana, serta 3 orang mahasiswa yakni Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana, dan Ali Sujito.

Sebagai pemohon I uji materi omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja, Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas khawatir berlakunya UU Cipta kerja dapat menghapus ketentuan aturan mengenai jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) atau pekerja kontrak.

Kerugian hak konstitusional Hakiimi antara lain seperti terpangkasnya waktu istirahat mingguan, menghapus sebagian kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja atau buruh, menghapus sanksi bagi pelaku usaha yang tidak bayar upah.

Kemudian, pemohon II uji materi omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja yakni Novita Widyana yang merupakan pelajar, merasa dirugikan karena setelah lulus ia berpotensi menjadi pekerja kontrak tanpa ada harapan menjadi pekerja tetap.

Sementara itu, pemohon III, IV, dan V yang merupakan mahasiswa di bidang pendidikan Elin Diah Sulistiyowati, Alin Septiana dan Ali Sujito merasa dirugikan karena sektor pendidikan masuk dalam omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja.

Mereka menilai dengan masuknya klaster pendidikan di omnibus law UU 11/2020 Cipta Kerja bisa membuat pendidikan menjadi ladang bisnis.

Posting Komentar untuk "MK Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, Apa Dampaknya?"