Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

WAJIB TAU ! Ijtima Ulama MUI Ditutup dan Sepakati 12 Fatwa: Khilafah Sampai Speaker Masjid


Setelah 3 hari berturut-turut melangsungkan musyawarah antara seluruh komisi fatwa MUI se-Indonesia yang berlangsung di Hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11), MUI akhirnya menyepakati 12 poin penting mengenai persoalan keumatan dan kebangsaan dalam perspektif keagamaan. MUI sudah memutuskan fatwa terhadap 12 topik masalah itu.

“Akhirnya bisa tepat waktu menuntaskan semua masail (12 poin) yang dibahas sebagai materi di Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia dengan tema optimalisasi fatwa optimalisasi fatwa untuk kemaslahatan bangsa,” kata Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar, di hotel Sultan, Jakarta, Kamis (11/11).

Miftachul mengatakan peran ulama sangat penting untuk membahas dan menetapkan fatwa atau produk hukum mengenai ketentuan menjalani kehidupan umat muslim di Indonesia.

“Maka layak semuanya mendapat gelar mufti, orang-orang pilihan yang menurut imam Asy-Syatibi, mufti adalah orang yang telah mencapai tingkat tertinggi sebagai penyampai hukum syariah untuk memberikan solusi kepada bangsa di tengah-tengah kebutuhan yang mendesak,” jelas Miftachul.
Ketum MUI K.H. Miftachul Akhyar pada penutupan Ijtima Ulama Ke-7 Komisi Fatwa MUI, Kamis (11/11/2021). Foto: YouTube/MUI
Miftachul juga menjelaskan, kebutuhan akan ketegasan hukum syariah sangat dibutuhkan apalagi di masa pandemi, banyak aturan syariat keagamaan yang harus disesuaikan untuk ditetapkan, seperti hukum pernikahan online dan lain sebagainya.

Hasil Ijtima Ulama mengeluarkan 3 bahasa utama yaitu persoalan mengenai kebangsaan, fikih kontemporer, dan juga perundang-undangan.

Sementara, Ketua MUI bidang Fatwa Asrorun Niam Sholeh mengatakan, para ulama yang ikut serta membahas masalah ini telah bekerja mencurahkan segala upaya untuk menemui kata sepakat. Sampai akhirnya fatwa terkait 12 persoalan ini dapat diputuskan.

“Ada 5 tema yang berhasil dibahas dan ditetapkan,” kata Niam.
Di antaranya yaitu;

1. Masalah makna jihad dan khilafah dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia,
2. kriteria penodaan agama,
3. Tinjauan pajak bea cukai dan juga retribusi untuk kepentingan kemaslahatan,
4. Paduan pemilu dan pemilukada yang lebih maslahat bagi bangsa , dan
5. Distribusi lahan untuk pemerataan dan kemaslahatan.

Asrorun Ni'am Sholeh, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa pada penutupan Ijtima Ulama Ke-7 MUI, Kamis (11/11/2021). Foto: YouTube/MUI
“Secara keseluruhan juga berhasil dibahas dan juga ditetapkan hukumnya, pertama terkait dengan hukum cryptocurrency, hukum pernikahan online, hukum pinjaman online dan juga transplantasi rahim serta penyaluran dana zakat dalam bentuk aqqrdhul hasan (pinjaman tanpa imbalan), hukum zakat perusahaan, dan hukum zakat saham,” jelas Asrorun.

Asrorun juga menjelaskan Ijtima Ulama juga membahas mengenai tinjauan peraturan tata kelola sertifikasi halal, tinjauan tentang RUU KUHP, dan tinjauan RUU minuman alkohol.
Suasana penutupan Ijtima Ulama Ke-7 Komisi Fatwa MUI di Jakarta, Kamis (11/11/2021). Foto: YouTube/MUI
Tidak hanya itu, Ijtima Ulama juga mengeluarkan kesepakatan mengenai undang-undang yang berlaku, seperti UU yang baru dikeluarkan oleh Kemendikbud Ristek No 30 2021 yang baru dikeluarkan mengenai penanganan kekerasan seksual di ranah perguruan tinggi.

“Ada agenda yang ditambahkan musyawirin yaitu kajian mengenai Kemendikbud Ristek No. 30 tahun 2021 tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi serta ketentuan pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan mushola,” lanjutnya.
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas pada penutupan Ijtima Ulama Ke-7 Komisi Fatwa MUI, Kamis (11/11/2021). Foto: YouTube/MUI
Ijtima juga ditutup oleh Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Berikut keputusan ijtima ulama:

KETENTUAN PEDOMAN PENGGUNAAN PENGERAS SUARA DAN MASJID/MUSHOLA

1. Aktivitas ibadah, ada jenis ibadah yang memiliki dimensi syiar, sehingga membutuhkan media untuk penyiaran, termasuk azan.

2. Dalam pelaksanaannya, perlu diatur kembali tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid/mushola untuk mewujudkan kemaslahatan dan menjamin ketertiban serta mencegah mafsadah yang ditimbulkan.

3. Dalam masalah ini, Kemenag telah menerbitkan aturan sejak tahun 1978 untuk dipedomani setiap muslim, khususnya para pengurus masjid/mushola. Agar lebih kontekstual, perlu disegarkan kembali seiring dengan dinamika masyarakat.

4. MUI merekomendasikan adanya sosialisasi dan pembinaan kepada umat Islam, pengurus masjid/mushola dan masyarakat umum tentang pedoman penggunaan pengeras suara di masjid mushola yang lebih maslahah.

5. MUI juga merekomendasikan pemerintah memfasilitasi infrastruktur masjid dan mushalla sebagai penyempurna kegiatan syiar keagamaan.

Hukum Cryptocurrency

1.     Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang hukumnya haram, karena mengandung gharar, dharar dan bertentangan dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2011 dan Peraturan Bank Indonesia nomor 17 tahun 2015.

2.     Cryptocurrency sebagai komoditi/aset digital tidak sah diperjualbelikan karena mengandung gharar, dharar, qimar dan tidak memenuhi syarat sil'ah secara syar’i, yaitu: ada wujud fisik, memiliki nilai, diketahui jumlahnya secara pasti, hak milik dan bisa diserahkan ke pembeli.

3. Cryptocurrency sebagai komoditi/aset yang memenuhi syarat sebagai sil'ah dan memiliki underlying serta memiliki manfaat yang jelas hukumnya sah untuk diperjualbelikan.

JIHAD DAN KHILAFAH DALAM KONTEKS NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA

1. Pada dasarnya sistem kepemimpinan dalam Islam bersifat dinamis sesuai dengan kesepakatan dan pertimbangan kemaslahatan, yang ditujukan untuk kepentingan kepentingan menjaga keluhuran agama (hirasati al-din) mengatur urusan dunia (siyasati al-duniya). Dalam Sejarah Peradaban Islam, terdapat berbagai model/sistem kenegaraan dan pemerintahan serta mekanisme suksesi kepemimpinan yang semuanya sah secara syar’i;

2. Khilafah bukan satu-satunya model/sistem kepemimpinan yang diakui dan dipraktikkan dalam Islam. Dalam dunia Islam terdapat beberapa model/sistem pemerintahan seperti: monarki, keemiran, kesultanan, dan republik;

3. Bangsa Indonesia sepakat membentuk Negara Kesatuan yang berbentuk Republik sebagai ikhtiar maksimal untuk mewujudkan cita-cita bangsa sebagaimana termaktub dalam Pembukaan UUD 1945;

4. Jihad merupakan salah satu inti ajaran dalam Islam guna meninggikan kalimat Allah (li i’laai kalimatillah) sebagaimana telah difatwakan oleh MUI;

5. Dalam situasi damai, implementasi makna jihad dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara dilakukan dengan cara upaya yang bersungguh-sungguh dan berkelanjutan untuk menjaga dan meninggikan agama Allah (li i’laai kalimatillah) dengan melakukan berbagai aktivitas kebaikan;

6. Dalam situasi perang, jihad bermakna kewajiban muslim untuk mengangkat senjata guna mempertahankan kedaulatan negara;

7. MUI menggunakan manhaj wasathiyah (berkeadilan dan berkeseimbangan) dalam memahami makna jihad dan khilafah. Oleh karena itu, MUI menolak pandangan yang dengan sengaja mengaburkan makna jihad dan khilafah, yang menyatakan bahwa Jihad dan khilafah bukan bagian dari Islam. Sebaliknya, MUI juga menolak pandangan yang memaknai jihad dengan semata-mata perang, dan khilafah sebagai satu-satunya sistem pemerintahan.

Rekomendasi

1. Agar Masyarakat dan Pemerintah tidak memberikan stigma negatif terhadap makna jihad dan khilafah.

PANDUAN PEMILU DAN PEMILUKADA YANG LEBIH MASLAHAT BAGI BANGSA INDONESIA

1.     Dalam masalah mu’amalah, termasuk di dalamnya masalah politik, Islam memberikan keleluasaan berdasarkan kesepakatan untuk mewujudkan kemaslahatan dan menghindari kerusakan atau bahaya (jalb al-mashalih wa dar’u al-mafasid), sepanjang kesepakatan tersebut tidak mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.

2.     Pemilihan umum dalam pandangan Islam adalah upaya untuk memilih pemimpin atau wakil yang memenuhi syarat-syarat ideal bagi terwujudnya cita-cita bersama sesuai dengan aspirasi umat dan kepentingan bangsa.

3.     Memilih pemimpin (nashbu al-imam) dalam Islam adalah kewajiban untuk menegakkan imamah dan imarah dalam kehidupan bersama. Oleh karena itu, keterlibatan umat Islam dalam Pemilu hukumnya wajib.

4.     Pemilu dilaksanakan dengan ketentuan:
a.      Dilaksanakan dengan langsung, bebas, jujur, adil, dan rahasia;
b.      Pilihan didasarkan atas keimanan, ketaqwaan kepada Allah SWT, kejujuran, Amanah, kompetensi, dan integritas;
c.       Bebas dari suap (risywah), politik uang (money politic), kecurangan (khida’), korupsi (ghulul), oligarki, dinasti politik, dan hal-hal yang terlarang secara syar’i.

5.     Pembatasan masa jabatan kepemimpinan maksimum dua kali sebagaimana diatur dalam Konstitusi dan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku wajib untuk diikuti guna mewujudkan kemaslahatan serta mencegah mafsadah;

6.     Proses pemilihan dan pengangkatan kepala daerah dapat dilakukan dengan beberapa alternatif metode yang disepakati bersama sepanjang tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Penyelenggaraan pemilihan Kepala Daerah yang berlaku saat ini dinilai lebih besar mafsadatnya daripada maslahatnya, antara lain: menajamnya konflik horizontal di tengah masyarakat, menyebabkan disharmoni, mengancam integrasi nasional, dan merusak moral akibat maraknya praktik  politik uang.

PINJAMAN ONLINE

1.     Pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau utang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.

2.     Sengaja menunda pembayaran utang bagi yang mampu hukumnya haram.

3.     Memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar utang adalah haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran utang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).

4.     Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumnya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan.

REKOMENDASI :

1.     Pemerintah dalam hal ini KOMINFO, POLRI dan OJK hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas  penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (Fintech Lending) yang meresahkan masyarakat.

2.     Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan.

3.     Umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah.

PERNIKAHAN ONLINE

1. Akad nikah secara online hukumnya tidak sah, jika tidak memenuhi salah satu syarat sah ijab kabul akad pernikahan, yakni dilaksanakan secara ittihadu al majelis (berada dalam satu majelis), dengan lafadz yang sharih (jelas), dan ittishal (bersambung antara ijab dan kabul secara langsung).

2. Dalam hal calon mempelai pria dan wali tidak bisa berada dalam satu tempat secara fisik, maka ijab kabul dalam pernikahan dapat dilakukan dengan cara tawkil (mewakilkan).

3. Dalam hal para pihak tidak bisa hadir dan atau tidak mau mewakilkan (tawkil), pelaksanaan akad nikah secara online dapat dilakukan dengan syarat adanya ittihadul majelis, lafadz yang sharih dan ittishal, yang ditandai dengan :

a. Wali nikah, calon pengantin pria, dan dua orang saksi dipastikan terhubung melalui jejaring virtual meliputi suara dan gambar (audio visual).
b. Dalam waktu yang sama (real time)
c. Adanya jaminan kepastian tentang benarnya keberadaan para pihak.

4. Pernikahan online yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada angka 3 (tiga) hukumnya tidak sah.

5. Nikah sebagaimana pada angka nomor 3 (tiga) harus dicatatkan pada pejabat pembuat akta nikah (KUA).

Posting Komentar untuk "WAJIB TAU ! Ijtima Ulama MUI Ditutup dan Sepakati 12 Fatwa: Khilafah Sampai Speaker Masjid"