Istri Herry Wirawan Angkat Bicara Terkait Aksi Bejat Suami Perkosa 12 Santriwati Bandung, Ternyata
TRIBUNSUMSEL.COM -- Istri Herry Wirawan angkat bicara terkait kelakuan bejat suaminya memperkosa 12 santri
Usut punya usut ternayta Istri Herry Wirawan guru bejat ternayta tidak mengetahui.
Hal itu diungkapkan Pelaksana tugas (plt) Asisten Pidana Umum (Aspidum) Kejati Jabar Riyono, di Kantor Kejati Jabar, Jalan Naripan, Kota Bandung, Jumat (10/12/2021).
Sebelumnya ramai dugaan masyarakat, bahwa aksi bejat Herry terhadap santriwatinya itu diketahui sang istri. Sebab lokasi eksekusi, selain di hotel dan apartemen juga ada yang dilakukan di pondok pesantren yang juga kediaman pelaku.
"Memang ada dugaan di masyarakat terkait keterlibatan istri. Tapi berdasarkan hasil persidangan yang terungkap, tidak ada (keterlibatan istri)," kata Riyono dilansir dari Kompas.com.
Pernyataan tersebut pun ditegaskan Jaksa Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bandung Agus Mujoko, yang mengatakan bahwa istri Herry tak terlibat dalam kejahatan suaminya.
"Tidak. Istrinya ini tidak terlibat. Istri tidak tahu menahu perbuatan suaminya," ujar Agus.
Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Kasus ini ditangani Polda Jabar yang dilimpahkan ke Kejati Jabar pada bulan September, dan kemudian dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada bulan November.
Herry Wirawan didakwa primair melanggar Pasal 81 ayat (1), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair, Pasal 81 ayat (2), ayat (3) jo Pasal 76.D UU R.I Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak jo Pasal 65 ayat (1) KUHP.
"Ancaman pidananya 15 tahun penjara. Tapi perlu digarisbawahi, di sini ada pemberatan (hukuman) karena dia (Herry Wirawan) sebagai tenaga pendidik (guru atau ustaz). Ancaman hukumannya jadi 20 tahun," ujar Riyono.
Seperti diberitakan, Herry Wirawan (HW), pengurus sekaligus pemilik pesantren Madani Boarding School Cibiru, Yayasan Manarul Huda Antapani, dan Pondok Tahfiz Al-Ikhlas, bikin geram publik.
Guru cabul itu kini telah ditangkap dan sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Negeri Bandung. Sidang kasus perkosaan pada santriwati Bandung yang telah berjalan selama 6 bulan mendadak viral dan menyulut emosi publik.
Berbagai komentar hujatan terhadap aksi bejat sosok yang seharusnya menjadi panutan itu membanjiri lini massa. Bahkan sosok artis ternama seperti Deddy Corbuzer membuat konten khusus yang hanya berisi komentar pribadinya yang mengutuk kelakuan bejat HW.
Diketahui, HW telah merudakpaksa 12 santriwatinya. Bahkan 8 di antaranya diketahui hamil hingga melahirkan 9 bayi.
Perbuatan bejat HW terjadi dalam rentang waktu tahun 2016 sampai dengan tahun 2021.
Akibat perbuatan bejat Herry Wirawan lahir sembilan bayi yang dikandung oleh delapan santriwati.
Bahkan, ada korban yang melahirkan dua kali.
Ketua Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Garut, Diah Kurniasari Gunawan menceritakan kondisi memilukan korban yang didampinginya.
Salah satu korban masih berusia 14 tahun. Dia melahirkan dua kali.
Anak pertamanya berusia 2,5 tahun dan beberapa bulan lalu melahirkan anak kedua.
"Saya nengok ke sana (rumahnya), menawarkan (bantuan) kalau enggak sanggup merawat, ternyata mereka tidak ingin dipisahkan anaknya, dua-duanya perempuan," kata Diah.
Setelah melahirkan, dia pun menawarkan bantuan jika orangtuanya tidak sanggup mengurus.
Namun, orangtuanya mau mengurusnya.
"Setidaknya, mereka sudah menerima takdir ini, nanti saya berencana mau nengok juga ke sana," katanya.
Kasus ini, menurut Diah, sangat menguras emosi semua pihak.
Apalagi saat dilakukan terapi psikologi terhadap anak-anak dan orangtuanya yang dilakukan tim psikolog P2TP2A.
"Sama, kami semua juga marah pada pelaku setelah tahu ceritanya dari anak-anak, sangat keterlaluan, kita paham bagaimana marah dan kecewanya orangtua mereka," kata Diah.
Menurut Diah, P2TP2A menawarkan berbagai solusi kepada anak-anak dan orangtuanya terkait posisi anak yang dilahirkan dari perbuatan cabul guru ngajinya.
Bahkan, jika para orangtua tidak mau mengurusnya, P2TP2A siap menerima anak tersebut.
Karena, para orangtua korban, menurut Diah, bukan orang-orang yang tergolong mampu.
Mereka, kebanyakan adalah buru harian lepas, pedagang kecil dan petani yang tadinya merasa mendapat keuntungan anaknya bisa pesantren sambil sekolah gratis di pesantren tersebut.
"Alhamdulillah, yang rasanya mereka (awalnya) tidak terima, namanya juga bayi, cucu darah daging mereka, akhirnya mereka rawat, walau saya menawarkan kalau ada yang tidak sanggup, saya siap membantu," katanya.
Dikutip dari TribunBogor, dari 12 korban, 11 di antaranya berasal dari Kabupaten Garut.
Korban rudapaksa guru pesantren bernama Herry Wirawan yang berasal dari Garut ternyata masih ada pertalian saudara serta bertetangga.
Diah menyaksikan pilunya momen pertemuan para orangtua dengan anak-anaknya yang sebelumnya dianggap tengah menuntut ilmu di pesantren, ternyata telah memiliki anak setelah dirudapaksa guru ngajinya yang mereka percayai sebelumnya.
"Rasanya bagi mereka mungkin dunia ini kiamat, ada seorang bapak yang disodorkan anak usia empat bulan oleh anaknya, semuanya nangis," kenang Diah. (Tribunnews.com/Kompas.com)
Berita Ini Sudah Tayang di Banjarmasinpost.co.id
TKP pemerkosaan Bukan Pondok Pesantren, Tapi; Madani Boarding School
BalasHapusViralnya pemberitaan kasus pemerkosaan 12 anak di bawah umur oleh predator Herry Wirawan yang terjadi di Kota Bandung amat disayangkan, karena menyeret nama pesantren.
Ketua Pengurus Wilayah (PW) Rabithah Ma`ahid Islamiyah (RMI) NU atau Asosiasi Pesantren NU DKI Jakarta, KH Rakhmad Zailani Kiki menjelaskan, pemberitaan yang sedang viral dinilai sudah sangat merusak nama pondok pesantren, fitnah yang keji. Karena dampaknya yang tidak kecil membuat resah para orang tua yang anak-anaknya sedang mondok di berbagai pesantren.
"Media dan pihak-pihak lain yang menyampaian kasus ini ke publik harusnya jeli;
tempat kejadian perkara jelas-jelas #bukan_pondok_pesantren, tapi #boarding_school, sekolah berasrama, karena namanya sudah jelas: #Madani_Boarding_School, yang tidak mengantongi izin pondok pesantren dari Kementerian Agama setempat.
Jadi, media dan pihak-pihak terkait segera ubah pemberitaannya, segera memberi ralat, jangan pakai nama pondok pesantren!”
#GenerasiMudaNU